Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yakin bahwa ekonomi digital Indonesia akan terus berkembang hingga mencapai US$ 600 miliar atau sekitar Rp 9.733 triliun pada tahun 2030. Hal ini didukung oleh kesepakatan kerangka kerja Ekonomi Digital (DEFA) yang telah disepakati oleh beberapa negara di ASEAN, termasuk Indonesia. “Dengan adanya program ini, diharapkan ekonomi ASEAN yang biasa-biasa saja sebesar US$ 1 triliun dapat meningkat menjadi US$ 2 triliun. Dengan demikian, perkiraan ekonomi digital Indonesia pada tahun 2030 sebesar US$ 360 miliar dapat meningkat menjadi US$ 600 miliar,” ujar Airlangga dalam acara Festival Ekonomi Keuangan Digital dan Karya Kreatif Indonesia di Jakarta Convention Center.
Untuk mencapai target tersebut, Airlangga menekankan pentingnya persiapan dalam hal cross border e-commerce dan perdagangan digital, identitas digital, mobilitas tenaga kerja digital, sistem pembayaran elektronik yang telah diimplementasikan oleh Bank Indonesia, serta faktor keamanan cyber dan e-invoicing. Menurut Airlangga, Indonesia telah menunjukkan kemajuan pesat dalam ekosistem dan keuangan digital, yang tercermin dari peningkatan daya saing digital Indonesia yang naik peringkat menjadi ke-45 pada tahun 2023 dari sebelumnya berada di peringkat ke-56 pada tahun 2019.
“Kita mengalami kenaikan sebanyak 11 peringkat, dan jumlah startup kita berada di peringkat ke-6 secara global, bahkan melebihi Jerman. Di ASEAN, kita berada di peringkat pertama, sedangkan Singapura berada di peringkat ke-11,” ungkap Airlangga. Indonesia memiliki enam pilar utama untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital, yaitu infrastruktur, sumber daya manusia, iklim bisnis dan keamanan cyber, penelitian inovasi dan pengembangan bisnis, pendanaan investasi, serta kebijakan regulasi.